Jumat, 16 Maret 2012

Belajar dan Pembelajaran


I.                        Belajar dan Pembelajaran
A.    Makna belajar dan Pembelajaran
Pembelajaran adalah proses yang kompleks dan rumit di mana berbagai variable saling berinteraksi. Banyak variable dalam proses interaksi antara guru dan peserta didik berkaitan dengan suatu materi tertentu yang tidak dapat dikendalikan secara pasti. Terdapat keterkaitan beberapa materi yang sulit untuk diidentifikasikan mana yang mempengaruhi dan mana yang dipengaruhi. Hasil pebelajaran tidak bisa diestimasikan secara matematis, pasti. Anak yang kecapekan atau kurang gizi atau memiliki persoalan pribadi jelas akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran.
Demikian pula kemiskinan dan kondisi keluarga akan berpengaruh. Peserta didik yang memiliki motivasi dan tidak memiliki akan berbeda dalam kaitan dengan proses dan hasil pembelajaran. Dengan sinkat, ada pengaruh eksternal dan internal dalam diri peserta didik yang akan mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran. Dan sekali lagi, tidak semua pengaruh tersebut dapat dikendalikan oleh kepala sekolah dan guru.
(Zamroni, 2011: 136-137)
Pembelajaran hakikatnya adalah proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber balajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran akan bermakna bagi anak jika dilakukan dalam lingkungan nyaman dan aman. Proses belajar bersifat individual dan kontekstual. Dengan demikian penting bagi guru mempelajari dan menambah wawasan pembelajaran.
Pembelajaran terpadu pada dasarnya menggunakan tema-tema untuk mengaitkan antar mata pelajaran sehingga mampu memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983).
Tema pembelajaran memberikan banyak keuntungan, diantaranya:
1.      Siswa mudah memusatkan perhatian pada teman-teman tertentu,
2.      Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema-tema yang sama,
3.      Pemahaman materi ajar lebih mendalam dan berkesan,
4.      Kompetensi dasar dapat dikembangkan dengan cara mengaitkan antara isi pelajaran dengan pengalaman siswa,
5.      Siswa lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan secara jelas,
6.      Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi riil,
7.      Guru lebih efisien dan efektif karena mata pelajaran yang disajikan lebih mampu dipersiapkan sekaligus diberikan dalam ua atau tiga pertemuan. Waktu lebih banyak digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan atau pengayaan.
(Lif Khoiru Ahmadi dan Sofan Amri, 2011: 1-2)
Belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Dalam arti luas, belajar dapat diartikan sebagai kegiatan psiko-fisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Sedangkan dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Relevan dengan hal tersebut, ada pengertian bahwa belajar adalah penambahan pengetahuan. Definisi atau konsep ini dalam praktiknya banyak dianut di sekolah-sekolah. Para guru berusaha memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan siswa giat untuk mengumpulkan atau menerimanya. Dalam kasus yang demikian, guru hanya berperan sebagai pengajar. Sebagai konsekuensi dari pengertian yang terbatas ini, kemudian muncul banyak pendapt yang mengatakan bahwa belajar itu menghafal. Hal ini terbukti, misalnya kalau siswa (subyek belajar) itu akan ujian, mereka menghafal terlebih dahulu. Sudah barang tentu pengertian seperti ini, secara esensial belum memadai.
Selanjutnya ada yang mendefinisikan belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian diri. Jelasnya menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa belajar itu sebagai rangkaian kegiatan jiwa raga, psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ada beberapa teori yang berpendapat bahwa proses belajar pada prinsipnya bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsip-prinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subyek didik. Teori semacam ini boleh jadi diterima, dengan suatu alasan bahwa dari struktur kognitif itu dapat mempengaruhi perkembangan afeksi ataupun penampilan seseorang. Dari konsep ini, pada perkembangan berikut akan melahirkan teori belajar yangbertumpu pada konsep pembentukan super ego, yakni suatu proses belajar melalui suatu peniruan, proses interaksi antara pribadi seseorang dengan pihak lain.
Secara umum, belajar dapat dikatakan juga sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori. Dalam hal ini terkandung suatu maksud bahwa proses interaksi itu adalah:
1.      Proses internalisasi dari sesuatu ke dalam diri yang belajar,
2.      Dilakukan secara aktif, dengan segenap panca indera ikut berperan.
Ada beberapa prinsip yang berkaitan dengan belajar, antara lain:
1.      Belajar pada hakikatnya menyangkut potensi manusiawi dan kelakuannya.
2.      Belajar memerlukan proses dan penahapan serta kematangan diri para siswa.
3.      Belajar akan lebih mantap dan efektif, bila didorong dengan motivasi
4.      Dalam banyak hal, belajar merupakan proses percobaan dan conditioning atau pembiasan
5.      Kemampuan belajar seseorang siswa harus diperhitungkan dalam rangka menentukan isi pelajaran
6.      Belajar dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a)      Diajar secara langsung
b)      Kontrol, kontak, penghayatan, pengalaman langsung
c)      Pengenalan dan/atau peniruan
7.      Belajar melalui praktik atau mengalami secara langsung akan lebih efektif mampu membina sikap, keterampilan, cara berpikir kritis dan lain-lain, bila dibandingkan dengan belajar hafalan saja.
8.      Perkembangan pengalaman anak didik akan banyak mempengaruhi kemampuan belajar yang bersangkutan.
9.      Bahan pelajaran yang bermakna/berarti, lebih mudah dan menarik untuk dipelajari, daripada bahan yang kurang bermakna.
10.  Informasi tentang kelakuan baik, pengetahuan, kesalahan serta keberhasilan siswa, banyak membantu kelancaran dan gairah belajar.
11.  Belajar sedapat mungkin diubah ke dalam bentuk aneka ragam tugas, sehingga anak-anak melekukan dialog dalam dirinya atau mengalaminya sendiri.
(Sardiaman, 2007: 20-25)
Beberapa ahli mengemukakan pandangan yang berbeda tentang belajar, antara lain yaitu:
1.      Belajar menurut pandangan Skinner
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
a)      Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar,
b)      Repon si pebelajar, dan
c)      Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut.
2.      Belajar menurut Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapasitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Menurut Gagne, belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal dan hasil belajar.
3.      Belajar menurut pandangan Piaget
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus-menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang. Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berinci kegiatan prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.
4.      Belajar menurut Rogers
Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan oleh guru sebagai berikut:
a)      Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur.
b)      Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
c)      Guru menggunakan metode inkuiri, atau belajar menemukan.
d)     Guru menggunakan metode simulasi.
e)      Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan partisipasinya dengan kelompok lain.
f)       Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
g)      Sebaliknya guru menggunakan pengajaran berpogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas.
(Dimyati, 2006: 9-17)
Menurut Oemar Hamalik (2008: 36) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Dari pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan. Pengertian ini sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya. Ada pula tafsiran lain tentang belajar yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Dari pengertian ini maka jelas tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi antara individu dengan lingkungan. Didalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman belajar.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia. Belajar mengandung tiga unsur utama yaitu berkaitan bahwa belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku, perubahan tingkah laku itu terjadi karena didahului oleh proses pengalaman, dan perubahan perilaku karena belajar tersebut bersifat relatif permanen (Catharina Tri Anni, 2004: 2-3).
Mustaqim (2008: 34) mengatakan bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang terjadi karena latihan dan pengalaman. Dengan kata lain yang lebih rinci belajar adalah:
1.      Suatu aktivitas atau usaha yang disengaja.
2.      Aktivitas tersebut menghasilkan perubahan, berupa sesuatu yang baru baik yang segera Nampak atau yang tersembunyi tetapi juga hanya berupa penyempurnaan terhadap sesuatu yang pernah dipelajari.
3.      Perubahan-perubahan itu meliputi perubahan ketrampilan jasmani, kecepatan perseptual, isi ingatan, abilitas berfikir, sikap terhadap nilai-nilai dan inhibisi serta lain-lain fungsi jiwa (perubahan yang berkenaan dengan aspek psikis dan fisik).
4.      Perubahan tersebut relative bersifat konstan.
Menurut Suhaenah Suparno (2000: 2) dalam pengertian umum, belajar merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya. Perubahan-perubahan tersebut tidak hanya disebabkan faktor kelelahan (fatigue), kematangan, ataupun karena mengkonsumsi obat tertentu. Belajar merupakan hal yang sangat dasar bagi manusia dan merupakan proses yang tidak henti-hentinya. Belajar merupakan proses yang berkesinambungan yang mengubah pebelajar dalam berbagai cara. Sedangkan Max Darsono (2000: 4) berpendapat bahwa secara umum belajar adalah terjadinya perubahan pada diri orang yang belajar karena pengalaman.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata pada seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interahsinya dengan lingkungannya”. Syarat dari perubahan yang dimaksud yaitu sebagai berikut:
1.      Perubahan terjadi secara sadar
2.      Perubahan dalam belajar bersifat continue dan fungsional
3.      Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4.      Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
5.      Perubahan dalam belajar bertujuan atau berarah, dan
6.      Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
(Daryanto, 2010: 2-4)

B.     Faktor-faktor kesulitan belajar
Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti bahwa bila guru bertindak mengajar, maka diharapkan siswa berajar atau belajar. Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah ditemukan hal-hal sebagai berikut. Guru telah mengajar dengan baik, namun keadaan siswa berfariasi. Ada siswa yang belajar giat. Ada siswa pura-pura belajar. Ada siswa belajar setengah hati. Bahkan ada pula siswa yang tidak belajar. Guru menyadari bahwa dalam tugas pembelajaran ternyata ada masalah-masalah belajar yang dialami oleh siswa. Bahkan guru memahami bahwa kondisi linkungan siswa juga dapat menjadi sumber timbulnya masalah-masalah belajar. Guru profesional berusaha mendorong siswa agar belajar secara berhasil. Ia menemukan bahwa ada bermacam-macam hal yang menyebabkan siswa belajar. Ada siswa yang enggan belajar karena pindah tempat tinggal. Ada siswa yang sukar memusatkan perhatian waktu guru mengajar topik tertentu. Ada pula siswa yang giat belajar karena ia bercita-cita menjadi seorang ahli. Dimyati menggolongkan masalah-masalah belajar sebagai berikut:
1.      Masalah-masalah intern belajar
a)      Sikap terhadap belajar
Sikap merupakan kemampuan memberikan penilaian tentang sesuatu, yang membawa diri sesuai dengan penilaian. Adanya penilaian tentang sesuatu, mengakibatkan terjadinya sikap menerima, menolak, atau mengabaikan. Siswa  memperoleh kesempatan belajar. Meskipun demikian, siswa dapat menerima, menolak, atau mengabaikan kesempatan belajar tersebut.
b)      Motivasi belajar
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi belajar pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tiadanya motivasi belajar akan melemahkan kegiatan belajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi belajar pada diri siswa perlu diperkuat terus menerus, agar siswa memiliki motivasi belajar yang kuat, pada tempatnya diciptakan suasana belajar yang menggembirakan.
c)      Konsentrasi belajar
Konsentrasi belajar merupakan kemampuan memusatkan perhatian pada pelajaran. Pemusatan perhatian tersebut tertuju pada isi bahan belajar maupun proses memperolehnya. Untuk memperkuat perhatian pada pelajaran, guru perlu menggunakan bermacam-macam strategi belajar mengajar, dan memperhitungkan waktu belajar serta selingan istirahat.
d)     Mengolah bahan ajar
Mengolah bahan ajar merupakan kemampuan siswa untuk menerima isi dan cara memperoleh ajaran sehingga menjadi bermakna bagi siswa.
e)      Menyimpan perolehan hasil belajar
Menyimpan perolehan hasil belajar merupakan kemampuan menyimpan isi pesan dan cara perolehan pesan. Kemampuan menyimpan pesan tersebut dapat berlangsung dalam waktu pendek dan waktu yang lama. Kemampuan menyimpan dalam waktu pendek berarti hasil belajar cepat dilupakan. Kemampuan menyimpan dalam waktu lama berarti hasil belajar tetap dimiliki siswa.
f)       Menggali hasil belajar yang tersimpan
Menggali hasil belajar yang tersimpan merupakan proses mengaktifkan pesan yang telah diterima. Dalam hal pesan baru, maka siswa akan memperkuat pesan dengan cara mempelajari kembali, atau mengaitkannya dengan bahan lama. Dalam hal pesan lama, maka siswa akan memanggil atau membangkitkan pesan dan pengalaman lama untuk suatu unjuk hasil belajar. Proses menggali pesan lama tersebut dapat berwujud transfer belajar atau unjuk prestasi belajar.
g)      Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar
Kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan suatu puncak belajar. Pada tahap ini siswa membuktikan keberhasilan belajar. Siswa menunjukkan bahwa ia telah mampu memecahkan tugas-tugas belajar atau mentransfer hasil belajar. Dari pengalaman sehari-hari di sekolah diketahui bahwa ada sebagian siswa tidak mampu berprestasi dengan baik. Kemampuan berprestasi tersebut terpengaruh oleh penerimaan, pengaktifan, pra-pengolahan, pengolahan, penyimpanan, serta pemanggilan untuk pembangkitan pesan dan pengalaman. Bila proses-proses  tersebut tidak baik, maka siswa dapat berprestasi kurang atau dapat juga gagal berprestasi.
Dalam belajar pada ranah kognitif ada gejala lupa. Lupa merupakan peristiwa biasa, meskipun demikian dapat dikurangi. Lupa pada ranah kognitif pada umumnya berlawanan dengan mengingat. Pesan yang dilupakan bukan berarti “hilang”  dari ingatan. Kadangkala siswa memerlukan waktu untuk “membangkitkan” kembali pesan yang terlupakan. Dengan berbagai pancingan, dalam waktu tertentu, pesan terlupakan dapat diingat kembali. Bila pesan tersebut sudah dibangkitkan, maka dapat digunakan untuk unjuk prestasi belajar maupun transfer belajar.
h)      Rasa percaya diri siswa
Rasa percaya diri timbul dari keinginan mewujudkan diri bertindak dan berhasil. Dari segi perkembangan, rasa percaya diri dapat timbul berkat adanya pengakuan dari lingkungan. Dalam proses belajar diketahui bahwa unjuk prestasi merupakan tahap pembuktian “perwujudan diri” yang diakui oleh guru dan rekan sejawat siswa.makin sering berhasil menyelesaikan tugas, maka semakin memperoleh pengakuan umum, dan selanjutnya rasa percaya diri semakin kuat. Hal yang sebaliknya dapat terjadi. Kegagalan yang berulang kali dapat menimbulkan rasa tidak percaya diri. Bila rasa tidak percaya diri sangat kuat, maka siswa diduga akan menjadi takut belajar. Rasa takut belajar tersebut terjalin secara komplementer dengan rasa takut gagal lagi. Gejala ini merupakan masalah pembelajaran diri yang musykil. Pada tempatnya guru mendorong keberanian terus-menerus, memberikan bermacam-macam penguat, dan memmberikan pengakuan dan kepercayaan bila siswa telah berhasil.
i)        Intelegensi dan keberhasilan belajar
Menurut Wechler intelegensi adalah suatu kecakapan global atau rangkuman kecakapan untuk dapat bertindak secara terarah, berfikir secara baik, dan bergaul dengan lingkungan secara efisien. Kecakapan tersebut menjadi aktual bila siswa memecahkan masalah dalam belajar atau kehidupan sehari-hari. Intelegensi dianggap sebagai suatu norma umum dalam keberhasilan belajar. Yang menjadi masalah adalah siswa yang memiliki kecakapan dibawah normal. Menurut Siti Rahayu Haditono, diIndonesia juga ditemukan banyak siswa memperoleh angka hasil belajar yang rendah. Dengan perolehan hasil belajar yang rendah, yang disebabkan oleh intelegensi yang rendah atau kurangnya kesungguhan belajar, berarti terbentuknya tenaga kerja yang bermutu rendah. Hal ini akan merugikan calon tenaga kerja itu sendiri.

j)        Kebiasaan Belajar
Dalam kegiatan sehari-hari ditemukan adanya kebiasaan belajar yang kurang baik. Kebiasaan belajar tersebut antara lain berupa belajar pada akhir semester, belajar tidak teratur, menyia-nyiakan kesempatan belajar, bersekolah hanya untuk bergengsi, datang terlambat bergaya pemimpin, bergaya jantan seperti merokok, sok menggurui teman lain, dan bergaya minta “belas kasihan” tanpa berlajar.
Kebiasan-kebiasaan buruk belajar tersebut dapat ditemukan disekolah yang ada di kota besar, kota kecil, dan di pelosok tanah air. Untuk sebagian, kebiasaan belajar tersebut disebabkan oleh ketidakmengertian siswa pada arti belajar pada diri sendiri. Hal ini dapat diperbaiki dengan pembinaan disiplin belajar diri. Pemberian penguat dalam keberhasilan belajar dapat mengurangi kebiasaan kurang baik dan membangkitkan harga diri siswa.
k)      Cita-cita siswa
Dalam rangka tugas perkembangan, pada umumnya setiap anak memiliki suatu cita-cita dalam hidup. Cita-cita merupakan motifasi intrinsik. Tetapi adakalanya “gambaran yang jelas” tentang tokoh teladan bagi siswa belum ada. Akibatnya, siswa hanya berperilaku ikut-ikutan. Cita-cita sebagai motivasi intrinsik perlu dididikan. Didikan memiliki cita-cita harus dimulai sejak sekolah dasar. Di sekolah menengah didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sudah semakin terarah. Cita-cita merupakan wujud eksplorasi dan emansipasi diri siswa. Didikan pemilikan dan pencapaian cita-cita sebaiknya berpangkal dari kemampuan berprestasi, dimulai dari hal yang sederhana ke yang semakin sulit.
2.      Faktor-faktor ekstern belajar
a)      Guru sebagai Pembina siswa belajar
Guru adalah pengajar yang mendidik. Ia tidak hanya mengajar bidang studi yang sesuai dengan keahliannya, tetapi juga menjadi pendidik generasi muda bangsanya. Sebagai pendidik, ia memusatkan perhatian kepada kepribadian siswa, khususnya berkenaan dengan kebangkitan belajar. Kebangkitan belajar tersebut merupakan wujud emansipasi diri siswa. Sebagai guru yang mengajar, ia bertugas mengelola kegiatan belajar siswa disekolah.

b)      Prasarana dan sarana pembelajaran
Prasarana pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, lapangan olah raga, ruang ibadah, ruang kesenian, dan peralatan olah raga. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran yang lain. Lengkapnya prasarana dan sarana pembelajaran merupakan kondisi pembelajaran yang baik. Hal itu tidak berarti bahwa lengkapnya prasarana dan sarana menentukan jaminan terselenggaranya proses belajar yang baik. Justru disinilah timbul masalah “bagaimana mengelola prasarana dan sarana pembelajaran sehingga terselenggara proses belajar yang berhasil baik”.
c)      Kebijakan penilaian
Proses belajar mencapai puncaknya pada hasil belajar siswa atau unjuk kerja siswa. Sebagai suatu hasil maka dengan unjuk kerja tersebut, proses belajar berhenti untuk sementara. Dan terjadilah penilaian. Dengan penilaian yang dimaksud adalah penentuan sampai sesuatu dipandang berharga, bermutu, atau bernilai dating dari orang lain. Dalam penilaian hasil belajar, maka penentu keberhasilan belajar tersebut adalah guru.
d)     Lingkungan sosial siswa di sekolah
Siswa-siswa disekolah membentuk suatu lingkungan pergaulan yang dikenal sebagai lingkungan sosial siswa. Dalam lingkunga sosial tersebut ditemukan adanya kedudukan dan peranan tertentu. Tiap siswa dalam lingkungan sosial memiliki kedudukan, peranan, dan tanggung jawab sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan sosial tertentu. Dalam kehidupan tersebut terjadi pergaulan, seperti hubungan akrab, kerja sama, kerja berkoperasi, berkompetisi, berkonkurensi, bersaing, konflik, atau perkelahian.
Tiap siswa berada dalam lingkungan sosial siswa disekolah. Ia memiliki kedudukan dan peranan yang diakui oleh sesama. Jika seorang siswa terterima, maka ia dengan mudah menyesuaikan diri dan segera dapat belajar. Sebaliknya, jika ia tertolak, maka ia akan merasa tertekan. Pengaruh lingkungan sosial tersebut berupa hal-hal berikut: (i) pengaruh kejiwaan yang bersifat menerima atau menolak siswa, yang akan berakibat memperkuat atau memperlemah konsentrasi belajar, (ii) lingkungan sosial mewujud dalam suasana akrab, gembira, rukun, dan damai, sebaliknya mewujud dalam suasana perselisihan, bersaing, salah-menyalahkan dan cerai-berai. Suasana kejiwaan tersebut berpengaruh pada semangat dan proses belajar. Suasana kejiwaan dalam lingkungan sosial siswa dapat menghambat proses belajar, dan (iii) lingkungan sosial siswa disekolah atau juga dikelas dapat berpengaruh pada semangat belajar kelas.
e)      Kurikulum sekolah
Perubahan kurikulum sekolah tidak hanya menimbulkan masalah bagi guru dan siswa, tetapi juga petugas pendidikan dan orang tua siswa. Bagi guru, ia perlu mengadakan perubahan pembelajaran. Dalam hal ini guru harus menghindarkan diri dari kebiasaan pembelajaran yang “lama”. Bagi siswa, ia perlu mempelajari cara-cara belajar, buku pelajaran, dan sumber belajar yang baru. Dalam hal ini siswa harus menhindarkan diri dari cara-cara belajar ”lama”.
(Dimyati, 2006: 235-254)

Menurut Oemar Hamalik (2008: 50-52) unsur-unsur yang terkait dengan proses belajar terdiri dari motivasi siswa, bahan ajar, alat bantu belajar, suasana belajar, dan kondisi subyek yang belajar. Kelima unsur tersebut bersifat dinamis, sering berubah, menguat dan melemah, sehingga mempengaruhi proses belajar.
1.      Motivasi siswa
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi suatu perbuatan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan tersebut dapat timbul dari dalam diri subyek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan, atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar sehingga subyek melakukan perbuatan belajar. Motivasi yang timbul kebutuhan dari dalam diri siswa dianggap lebih baik dibandingkan motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun dalam praktiknya, sering motivasi dari dalam itu tidak ada, atau belum timbul,. Keadaan ini memerlukan rangsangan dari luara sehingga timbul motivasi belajar.
2.      Bahan ajar
Bahan ajar merupakan suatu unsure belajar yang penting mendapat perhatian dari guru. Dengan bahan itu siswa dapat mempelajari hal-hal yang diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar. Karena itu, penentuan bahan ajar mesti berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, dalam hal ini adalah hasil-hasil yang diharapkan, misalnya berupa pengetahuan, keterampilan, sikap,dan pengalaman lainnya.
3.      Alat bantu belajar
Alat bantu belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan hasil belajar lebih bermakna. Alat bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar, misalnya dalam bentuk bahan tercetak, alat-alat yang dapat dilihat, didengar, didengar dan dilihat, serta sumber-sumber masyarakat yang dapat dialami secara langsung.
4.      Suasana belajar
Suasana belajar penting artinya bagi kegiatan belajar. Suasana yang menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tak tenang, dan banyak gangguan, sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang efektif. Hal ini berarti bahwa suasana belajar turut menentukan motivasi, kegiatan, keberhasilan belajar siswa.
5.      Kondisi subyek yang belajar
Kondisi subyek belajar turut menentukan kegiatan dan keberhasilan belajar. Siswa dapat belajar secara efisien apabila berbadan sehat, memiliki intelegensi yang memadai, siap untuk melakukan kegiatan belajar, memiliki bakat khusus, dan pengalaman yang bertalian dengan pelajaran, serta mamiliki minat untuk belajar. Siswa yang sakit/kurang sehat, intelegensi rendah, belum siap belajar, tidak berbakat untuk mempelajari sesuatu, dan tidak memiliki pengalaman appersepsi yang memadai, kiranya akan mempengaruhi kelancaran kegiatan dan mutu hasil belajarnya.
Catharina Tri Anni (2004: 11-12) menyebutkan bahwa faktor yang memberikan kontribusi belajar adalah kondisi internal dan eksternal pembelajar. Kondisi internal mencakup kondisi fisik seperti kesehatan organ tubuh, kondisi psikis seperti kemampuan intelektual, emosional, dan kondisi sosial seperti kemampuan bersosialisasi dengan lingkungan. Kesempurnaan dan kualitas kondisi internal yang dimiliki oleh pembelajar akan berpengaruh terhadap kesiapan, proses, dan hasil belajar. Faktor-faktor internal ini dapat terbentuk sebagai akibat dari pertumbuhan, pengalaman belajar, dan perkembangan. Kondisi eksternal yang mencakup variasi dan derajat kesulitan materi (stimulus) yang dipelajari (direspon), tempat belajar, iklim, suasana lingkungan, dan budaya belajar masyarakat akan mempengaruhi kesiapan, proses dan hasil belajar. Pembelajar yang akan mempelajari materi belajar yang memiliki tingkat kesulitan tinggi, misalnya, sementara itu dia belum memiliki kemampuan internal yang dipersyaratkan untuk mempelajarinya, maka dia akan mengalami kesulitan belajar.
Menurut uraian H.C. Witherington dan Lee J. Cronbach Bapemsi, faktor-faktor serta kondisi-kondisi yang mendorong perbuatan belajar adalah situasi belajar (kesehatan jasmani, keadaan psikis, pengalaman dasar), penguasaan alat-alat intelektual, latihan-latihan yang terpencar, penggunaan unit-unit yang berarti, latihan yang aktif, kebaikan bentuk dan sistem, efek penghargaan dan hukuman, tindakan-tindakan pedagogis, dan kapasitas dasar.
1.      Situasi belajar
a)      Kesehatan jasmani
Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu, seperti fungsi-fungsi panca indera, lebih-lebih mata dan telinga mempunyai pengaruh besar sekali dalam belajar. Mungkin orang tidak menolak jika dikatakan bahwa panca indera adalah pintu gerbang ilmu pengetahuan, hal ini mengingat bahwa pengenalan dunia luar yang biasa disebut pengamatan, panca indera punya peranan penting. Hasilnya berupa kesan yang tinggal dalam ingatan (tanggapan) yang berikutnya membantu fantasi, demikian terus terkait satu sama lainnya, hingga pentingnya panca indra tidak perlu dipertanyakan.
b)      Keadaan psikis
1)      Perhatian
Perhatian yaitu pemusatan tenaga psikis tertuju pada suatu obyek atau banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai aktivitas yang dilakukan. Makin intensif perhatian belajar makin berhasillah belajar.
2)      Kognitif
·      Pengamatan
Secara umum manusia mengenal dunia nyata melalui pengamatan yaitu dengan melihat, mendengar, membau, mengecap dan meraba. Panca indera mempunyai pengaruh penting dan mutlak terhadap belajar.
·      Tanggapan dan fantasi
Bayangan yang tinggal dalam ingatan setelah melakukan pengamatan bisa disebut tanggapan, sedangkan daya untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru berdasarkan tanggapan-tanggapan lama yang sudah ada disebut fantasi.
·      Ingatan
Secara keseluruhan, ingatan sangat membantu belajar. Manusia hampir tidak pernah belajar tanpa bantuan ingatan bahan yang mendahuluinya.
·      Berpikir
Berpikir adalah aktivitas jiwa dengan arah yang ditentukan oleh masalah yang dihadapi. Prosesnya adalah diawali dengan pembentukan pengertian, diteruskan pembentukan pendapat dan diakhiri oleh penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan. Cepat lambatnya berpikir bagi individu sangat besar pengaruhnya terhadap belajar terutama belajar jenis pemecahan masalah.
3)      Faktor afektif
Afektif meliputi perasaan, emosi dan suasana hati. Dalam keadaan stabil dan normal perasaan sangat menolong individu melakukan perbuatan belajar.
4)      Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan jiwa individu yang mendorong untuk melakukan suatu perbuatan guna mencapai suatu tujuan.
5)      Pengalaman dasar/ pendidikan dasar
Perlu disadari bahwa pendidikan dasar yang mendahului pendidikan tahap tertentu saling terkait. Boleh dikatakan meskipun individu secara umum kesehatan jasmani baik, panca indera mendukung, keadaan psikis kuat, namun pengalaman yang mendahului kurang memadai atau tidak mempunyai hubungan yang sejalan, maka aktivitas belajar akan membawa hasil yang kurang baik.

2.      Penguasaan alat-alat intelektual
Pola dasar kecakapan-kecakapan intelektual sebenarnya berfungsi sejak awal kehidupan, tetapi mengenai kapan alat-alat intelektual mulai dipergunakan oleh individu, nampaknya ada peraturan tertentu. Peraturan ini sebenarnya sangat tergantung kepada tuntutan-tuntutan lingkungan individu.
3.      Latihan-latihan yang terpencar
Belajar akan lebih efektif apabila periode latihan disusun terpencar. Belajar 6 jam sehari, akan lebih baik dipendekkan menjadi 3 hari, tiap hari 2 jam.
4.      Penggunaan unit-unit yang berarti
Dalam belajar dikehendaki adanya pola sambutan, pola ini harus mengandung arti dan dapat pula berarti dalam kehidupan sehari-hari.
5.      Latihan yang aktif
Seorang tidak dapat belajar berenan, menulis, berbicara bahasa asing, menari dan sejenisnya, hanya melihat orang lain melakukan hal-hal tersebut. Prinsip ini ialah individu hanya bisa belajar sesuatu dengan mengerjakan sendiri, maksudnya individu belajar berfikir sendiri.
6.      Kebaikan bentuk dan sistem
Setiap individu sangat merasakan enaknya mempelajari suatu buku yang disusun secara sistematis, bab I disusul bab II dengan isi yang tidak terbalik artinya, pengertian, konsep yang ada dalam bab satu memberi landasan bagi konsep yang ada dalam bab dua.
7.      Efek penghargaan dan hukuman
Rahasia yang harus diketahui oleh semua pendidik dalam hal pemberian penghargaan dan hukuman adalah mengetahui kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan peserta didiknya.
8.      Tindakan-tindakan pedagogis
Kita semua tidak menolak anggapan bahwa guru membantu, mendorong dan membimbing perbuatan belajar anak didiknya, juga perlu diakui ada beberapa siswa dapat berhasil baik dalam belajar meskipun mereka menerima pelajaran yang jelek dari gurunya.


9.      Kapasitas dasar.
Sesuatu yang diwarisi oleh pelajar seperti intelegensi adalah hal yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap belajar, maka guru tidak perlu mengharapkan hasil akhir yang sama dari kelompok yang sama. Dengan kapasitas berbeda, mereka berjalan dengan kecepatannya masing-masing dan mereka menangkap fakta-fakta dengan luas dan sempitnya daerah yang mereka miliki.
(Mustaqim 2008: 69-85)
Menurut Suhaenah Suparno (2000: 42) masalah-masalah belajar yang ditemukan dilapangan dapat dikategorikan ke dalam dua faktor yaitu yang berasal dari dalam pebelajar dan faktor-faktor yang berasal dari luar pebelajar atau subyek yang belajar.
1.      Faktor-faktor yang berasal dari dalam, meliputi:
a)      Siswa sukar mencerna karena materinya dianggap sulit
b)      Kehilangan gairah belajar karena nilai yang diperolehnya rendah
c)      Sulit untuk mendisiplin diri di dalm belajar
d)     Tidak bias berkonsentrasi
e)      Tidak tekun belajar
f)       Konsep diri yang rendah
g)      Gangguan emosi
2.      Faktor-faktor yang berasal dari luar
a)      Kemampuan sosial ekonomi atau keadaan sosial ekonomi
b)      Kekurangmampuan guru menguasai materi dan strategi pembelajaran
c)      Tugas-tugas non akademik
d)     Kurang memperoleh dukungan dari orang-orang disekitar
e)      Lingkungan fisik
f)       Kesulitan belajar yang bersumber dari lembaga pendidikan itu sendiri (masa transisi, sarana belajar, perbandingan jumlah guru dan siswa, dan bekal kecakapan untuk belajar)
g)      Kesulitan yang terjadi di masyarakat.

M. Dalyono (2005: 55-60) mengatakan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar disebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar yaitu berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada pula dari luar dirinya.
1.      Faktor internal (yang berasal dari dalm diri)
a)      Kesehatan
Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila seseorang selalu tidak sehat, sakit kepala, demam, pilek, batuk, dan sebagainya, dapat mengakibatkan tidak bergairah untuk belajar. Demikian pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, ini dapat mengganggu atau mengurangi semangat belajar.
b)      Intelegensi dan bakat
Seseorang yang mempunyai intelegensi baik, umumnya mudah belajar dan hasilnya pun cenderung baik. Sebaliknya orang yang intelegensinya rendah, cenderung mengalami kesukaran dalam belajar, lambat berpikir sehingga prestasi belajarnya pun rendah. Bakat juga besar pengaruhnya dalam menentukan keberhasilan belajar.
c)      Minat dan motivasi
Minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar artinya untuk mencapai/memperoleh benda atau tujuan yang diminati itu. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat belajar yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.
Motivasi berbeda dengan minat, ia adalah penggerak/pendorong untuk melakukan suatu pekerjaan. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilannya.
d)     Cara belajar
Cara belajar seseorang juga mempengaruhi pencapaian hasil belajarnya. Belajar tanpa memperhatikan teknik dan factor fisiologis, psikologis, dan ilmu kesehatan, akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan.



2.      Faktor eksternal (yang berasal dari luar diri)
a)      Keluarga
Faktor orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendidikan orang tua, besar kecilnya pendapatan orang tua, cukup atau kurangnya perhatian dan bimbingan orang tua, rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anak, tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya itu turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak. Disamping itu, faktor keadaan rumah juga turut mempengaruhi keberhasilan belajar.
b)      Sekolah
Keadaan sekolah tempat belajar turut mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar. Kualitas guru, metode mengajarnya, kesesuaian kurikulum dengan kemampuan anak, keadaan fasilitas/ perlengkapan di sekolah, keadaan ruangan, jumlah murid per kelas, pelaksanaan tata tertib sekolah, dan sebagainya, semua ini turut mempengaruhi keberhasilan belajar anak.
c)      Masyarakat
Keadaan masyarakat juga menentukan prestasi belajar anak. Bila disekitar tempat tinggal keadaan masyarakatnya terdiri dari orang-orang  yang berpendidikan, terutama anak-anaknya bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak akan lebih giat belajar. Tetapi sebaliknya, apabila tinggal dilingkungan banyak anak-anak yang nakal, tidak bersekolah dan pengangguran, hal ini akan mengurangi semangat belajar atau dapat dikatakan tidak menunjang sehingga motivasi belajar berkurang.
d)     Lingkungan sekitar
Keadaan lingkungan tempat tinggal, juga sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar. Keadaan lingkungan bangunan rumah, suasana sekitar, keadaan lalu lintas, iklim, dan sebagainya sangat mempengaruhi proses belajar.



Menurut Ahmad Midzakir (1995: 155) faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan menjadi dua yaitu:
1.      Faktor intern (faktor dari dalam diri manusia) meliputi:
a)      Faktor fisiologis (sebab yang bersifat fisik) antara lain karena sakit, kurang sehat dan cacat tubuh.
b)      Faktor psikologi (sebab-sebab kesulitan belajar karena rohani) antara lain intelegensi, bakat, minat, motivasi, faktor kesehatan mental, tipe-tipe khusus seorang pelajar (visual, motorik atau campuran)
2.      Faktor ekstern (faktor dari luar diri manusia) meliputi:
a)      Faktor keluarga
1)      Faktor orang tua (cara mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak, contoh/ bimbingan dari orang tua)
2)      Suasana rumah/ keluarga
3)      Keadaan ekonomi keluarga (miskin atau kaya, keduanya menimbulkan masalah yang berbeda)
b)      Faktor sekolah
1)      Guru (guru tidak kualified, hubungan guru dengan murid kurang baik, guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha diagnosis kesulitan belajar, guru menuntut standar pelajaran diatas kemampuan anak, dan metode mengajar yang kurang menarik, akan mempengaruhi keberhasilan belajar anak)
2)      Faktor alat (alat pelajaran yang kurang lengkap, membuat penyajian pelajaran yang tidak baik)
3)      Kondisi gedung (terutama ditujukan pada ruang kelas/ ruangan tempat belajar anak haruslah yang dapat membuat siswa nyaman dalam belajar)
4)      Kurikulum (kurikulum yang kurang baik, misalnya bahan-bahannya terlalu tinggi, pembagian bahan tidak seimbang, adanya pendataan materi, hal ini akan membawa kesulitan belajar bagi siswa. Sebaliknya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan anak, akan membawa kesuksesan dalam belajar.)
5)      Waktu sekolah dan disiplin kurang juga dapat menghambat proses belajar siswa.


c)      Faktor media massa dan lingkungan sosial
1)      Faktor media massa meliputi bioskop, TV, surat kabar, majalah, buku-buku komik yang ada di sekeliling kita. Hal-hal itu akan menghambat belajar apabila terlalu banyak waktu yang dipergunakan, hingga lupa tugas belajar.
2)      Lingkungan seperti teman bergaul, lingkungan tetangga, dan aktivitas dalam masyarakat terlalu banyak berorganisasi juga turut berpengaruh dalam kesuksesan belajar.
Max Darsono (2000: 40) mendefinisikan masalah belajar sebagai berbagai problema yang menghambat atau mengganggu proses belajar atau pencapaian tujuan belajar. Adapun jenis-jenis masalah belajar dapat dilihat dari aspek berikut:
1.      Dari faktornya, masalah belajar yang dihadapi siswa dapat berasal dari faktor intern atau ekstern siswa. Faktor tersebut antara lain
a)      Kemampuan belajar rendah
b)      Sikap dan kebiasaan belajar tidak memadai
c)      Bakat dan minat tidak sesuai dengan bahan yang dipelajari
d)     Kondisi fisik tidak menunjang
e)      Sarana belajar tidak memadai
f)       Lingkungan belajar tidak mendukung dan lain-lain.
2.      Dari segi prosesnya, masalah belajar dapat timbul sebelum siswa melakukan belajar, saat proses belajar atau sesudah belajar.
3.      Dari segi akibat yang ditimbulkan, masalah belajar sering mengakibatkan kesulitan belajar beragam dan kompleks seperti learning disorder, learning disability, learning disfunction, slow learner, under achiever, dan sebagainya.

Menurut Daryanto (2010: 36-50) faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
1.      Faktor intern
a)      Faktor jasmaniah
1)      Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya/ bebas dari penyakit, kesehatan adalah keadaan atau hal sehat, kesehatan seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang semangat, mudah pusing, ngantuk, jika badannya lemah kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan/ kelainan-kalainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.
2)      Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh/ badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau mengurangi pengaruh kecacatannya.
b)      Faktor psikologis
Sekurang-kurangnya ada tujuh factor yang tergolong ke dalam faktor psikologis yang mempengaruhi belajar. Faktor-faktor tersebut adalah intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif kematangan, dan kelelahan
2.      Faktor ekstern
a)      Faktor keluarga
Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan dalam keluarga.
b)      Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin siswa, disiplin sekolah, pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
c)      Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaannya siswa dalam masyarakat. Faktor dari masyarakat yang mempengaruhi belajar siswa yaitu kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat tempat tinggal siswa.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Lif Khoiru dan Sofan Amri. 2011. Mengembangkan Pembelajaran IPS Terpadu.
            Jakarta: PT. Prestasi Pustaka.
Anni, Catharina Tri. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK Universitas Negeri Semarang
Dalyono, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
Darsono, Max. 2000. Belajar Pembelajaran. Semarang: CV. IKIP Semarang Press
Daryanto. 2010. Belajar dan Mengajar. Bandung: Yrama Widya
Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Ilmu
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Midzakir, Ahmad dan Joko Sutrisno. 1995. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Setia
Mustaqim. 2008. Psikologi Pendidikan. Semarang: Pustaka Pelajar & Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers
Suparno, Suhaenah. 2000. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: DEPDIKNAS
Zamroni. 2011. Dinamika Peningkatan Mutu. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar